Selasa, 29 Desember 2015

Degradasi Intelektual

            Pengetahuan adalah sesuatu yang sangat vital sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Selain membutuhkan asupan makanan adan minum, mereka juga membutuhkan yang namanya pengetahuan. Darimana seseorang itu  bisa memperolehnya? Pastinya dari proses belajar yang rajin dan sungguh-sunguh. Mustahil tanpa belajar kita bisa berpengetahuan tinggi.
Sekarang penurunan intelektual (pengetahuan) semakin menjamur, baik dikalangan pelajar maupun mahasiswa. Yang banyak terjadi, mereka lebih memilih cara yang instan daripada mengikuti sebuah proses yang ada atau yang harus mereka jalani. Contoh kecilnya saja, bisa dari cara mereka menjawab soal-soal saat ujian.
Sebenranya mereka mempunyai kemampuan dan mampu untuk melakukannya. Akan tetapi, pengaruh lingkungan dan pergaulan yang membuat mereka lebih memilih untuk mencontek temannya, daripada menjawab sesuai dengan apa yang ia pelajari.
Menurut hemat penulis, lebih baik nilai itu jelek hasil keringat sendiri, dari pada nilai baik yang didapat dari cara yang kurang baik. Yang kita perlukan sekarang ini adalah kesadaran atas menghargai jeripayah. Dengan begitu, emosional kita tentang pengetahuan akan semakin bertamabah. Mengapa? Hanya dengan cara itulah dia bisa mengetahui dan memahami akan makna sebuah perjuangan.
#coretanpenauas

Dilema Ucapan Selamat Natal

          Momen hari natal adalah sebuah momen yang sangat dinanti-nanti oleh mayoritas umat Kristen untuk merayakan atau menyambut kelahiran Yesus (Isa Almasih). Dalam sejarahnya, perayaan natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Banyak versi atau pendapat ketika pelakasanakan natal, dan  berbeda-beda disetiap negara. Misalnya di Armenia, hari natal diperingati pada tanggal 6 Januari, di Ortodoks timur tanggal 7 Januari, sedangkan yang lain diperingati seperti yang tertera dalam kalender nasional, yakni tanggal 25 Desember.
Natal sendiri berasal dari bahasa portugis yang berarti “kelahiran”. Atau dalam ungkapan bahasa latin disebut dies natalis (hari lahir). Sedangkan dalam bahasa inggris dinamakan dengan Cristmas. Banyak sekali hal yang terkait dengan natal berasal dari Barat, misalnya tentang pohon natal yang dihiasi sedemikian rupa demi menyambut kelahiran Isa Almasih, kartu natal, adat bertukar hadiah dengan sesama anggota keluarga, serta kisah santa klaus atau sinterklas.
Dari sedikit ulasan mengenai hari natal diatas, sekarang yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan ialah mengenai hukum mengucapkan selamat natal kepada kaum yang merayakan. Ikhtilaf (perbedaan) pun terjadi dikalangan ulama kontemporer. Ada yang berkata boleh, dan ada juga yang berkata haram. Bukannya tanpa dalil, mereka semua mempunyai dalil yang mana dalil tersebut adalah penguat atas pendapat yang telah mereka katakan.
Akan tetapi, mayoritas ulama kontemporer yang ahli dibidang fiqh, tafsir dan hadist membolehkan ucapan selamat natal. Sementara minoritas ulama yang melarang yaitu kelompok wahabi.
Sebenarnya, ada dua hal yang menjadi topik dalam perdebatan mengenai hari natal ini. Yang pertama hukum mengucapkan selamat natal, dan yang kedua hukum mengikuti ritual sakramen natal. Dengan dalih membolehkan atau menghalalkan, ulama melihat Surat Al-Mumtahanah 60:8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlakuk adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengisir kamu dari negerimu . sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Surat Al-Baqarah 2:83 “serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”.
Bukannya tanpa dalil yang jelas, mereka yang berpendapat mengharamkanpun juga mempunya dalil yakni “pada hari kiamat telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah KU-cukupkan kepadamu nikmay-Ku, dan telah Ku-rihai islam itu jadi agama bagimu (QS. Al-Maidah Ayat: 3). Dan juga QS. Al-Imron ayat 85 “ barang siapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang- orang yang rugi.
Dari dua statement diatas, saya lebih condong pada pendapat yang pertama. Tapi sekali lagi, kita tidak boleh saling mengungguli ataupun saling mengolok-ngolok karena merasa pendapat kita yang paling benar. Mari kita terapkan bahawa kita adalah bangsa indonesia yang bisa bertoleransi. Dan perbedaan dalam berpendapat adalah sebuah hal yang lumrah atau biasa, akan tetapi ketika mengalami sebuah perbedaan jangan sampai membuat kita sesama umat islam menjadi terpecah belah. Yang kita takutkan, kita hanya menjadi kambing hitam umat non islam. 

Minggu, 20 Desember 2015

Kyai sastrawan yang tak dikenal

Judul                           : Kiai sastrawan yang tak dikenal
Pengarang                  : Muhammad Subkhi dan Ahmad Sholihin
Penerbit                      : Pustaka Tebuireng
Tahun                         : 2011
Cetakan                      : Pertama
Jumlah Halaman       :122 halaman
Resensor                     : Fatikhudin

            Kini, banyak banyak generasi muda ayang tidak mengenal siapa guru leluhurnya. Mayoritas dari para remaja sekarang lebih mengenal akrab dengan nama idolanya mereka masing-masing tanpa tahu siapa orang berjasa dalam kehidupannya.
Peran tokoh pesantren dalam melestarikan sebuah ilmu pengetahuan sangat besar sekali. Akan tetapi kebanyakan dari masyarakat umum tidak mengenalnya. Buku ketiga dari “Serial Tokoh Tebuireng” ini adalah salah satu usaha penulis agar jasa besar para tokoh pesantren senantiasa dikenang bangsa adan negara.
Buku ini menceritakan tentang biografi sosok KH. Abdul Karim Hasyim. Di kalangan pesantren, Kiai Karim terkenal sebagai ahli bahasa dan sastra Arab. Beliau juga produktif menulis dengan nama samaran Akarhanaf, singkatan dari Abdul Karim-Hasyim Nafiqoh. Hasyim adalah nama ayahnya, sedangkan nafiqoh adalah nama sang ibu. Selain menjadi seorang sastrawan, beliau juga seorang politikus. 
Dalam dunia perpolitikan beliau mempunyai peran sangat penting. Salah satu yang kontrovesial adalah masuknya beliau ke partai Golkar pada tahun 70-an. Karena kebanyakan dari kalangan pesantren pada saat itu berpartai islam. Konon, beliau masuk Golkar karena diajak oleh salah satu pejabat dijombang, dengan pertimbangan bahwa perjuangan islam tidak selamanya hanya dipesantren. Dakwah juga tidak selamanya dipartai islam (hal 4). Menurut beliau itu merupakan sebuah konsep saling menghargai antar ulama dan umara.
Selain kontrovesial dalam berpolitik, dibuku ini juga diceritakan tentang perjalanan Kiai Karim ketika menuntut ilmu. Cara beliau belajar sangat misterius. Terutama ketika Mbah Hasyim (ayah beliau) memondokkannya ke Kajen Pati asuhan Kiai Nawawi. Baru seminggu tinggal disana, beliau sudah pamit pulang. Ketika ditanya sama Kiai Nawawi tentang siapa yang mengajar, beliau menggambarkannya dengan sosok orang tua. Mendengar jawaban dari Kiai karim, Kiai Nawawi hanya diam menyembunyikan rasa kagetnya. Ternyata beliau diajar ngaji oleh Mbah Mutamakkin yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Proses belajar inilah yang banyak dianggap sebagai karomah beliau. 
Bahkan KH. Muchit Muzadi (salah satu murid Kiai Karim) menunjukkan keheranan beliau dengan kualitas keilmuan Kiai Karim pada saat itu.“saya kira salah satu karomak pak karim adalah satu, belajar beliau dimana? Kok pada zaman seperti itu beliau bisa menguasai bahasa, terutama bahasa arab. Padahal setahu saya beliau hanya belajar di Tebuireng dengan para santri pada saat itu, disamping itu beliau juga ahli dalam bidang fiqh dsb, hanya beliau nampak dibidang sastranya” (hal 27).
Beliau adalah sosok Kiai yang akrab dengan para santrinya, beliau jarang sekali marah. Dalam mengajar beliau selalu santun dalam berbahasa, karena beliau adalah ahli tata bahasa arab dan beliau hafal syair-syair arab. Tak jarang beliau ,embacakan syair atau puisi disela-sela waktu mengajar.
Itu adalah sedikit ulasan mengenai buku ini. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan coretan atau memoriam yang ditulis oleh putra-putri beliau, seperti Karimah Karim, H. Hasyim karim, Cecep Karim Hasyim. Dan juga lampiran dan foto yang bisa  meningatkan kita pada sosok KH. Abdul Karim Hayim. Jdi, buku ini cocok dibaca oleh siapa saja, pelajar, masyarakata umum, terutama kaum santri yang sedang mengam pendidikan di pesantren.