Senin, 08 Agustus 2016

Santri Melek Multimedia

Berkembangnya berbagai macam teknologi di era modern, berdampak besar bagi kehidupan manusia. Pasalnya,mereka semakin dipermudah dalam melakukan sesuatu. Akan tetapi tidak semua orang bisa melakkukannya. Karena mungkin ada hal-hal yang membuat mereka gaptek akan teknologi. Kebanyakan mereka adalah masyarakat pedesaan yang jauh dari akses internet.
Ospek Ma`had Aly 2016 kali ini kita mengambil tema “Optimalisasi Multimedia Sebagai Dedia Dakwah” dengan tujuan agar para Mahasantri bisa melek media. Atas pengalaman dibeberapa diskusi atau seminar yang saya ikuti, kita akan ketinggalan zaman jika tidak melek media. Misalnya saat itu ada diskusi bersama Bpk. Hari Usmayadi(LTN PBNU). Dari beberapa materi tentang teknologi yang beliau sampaikan. Ada yang menarik sekali menurut saya, yaitu dakwah media online.
***
 Disitu banyak membahas tentang bagaimana dakwah NU melalui media online dan juga contohnya. Misalnya,melaui blog, tantangan dari cara ini adalah santri sudah memahami mudah membuat wesite, tetapi belum terorganisir dengan baik. Masih banyak yang lain, seperti lewat social media (facebook, twitter), social communication (whatsapp,bbm).
Dalam akhir diskusi beliau menyampaikan jika semua orang khususnya para mahasiswa bisa mengoptimalisasikan teknologi yang ada, seperti update status 1 hari 1 status yang bermanfaat, maka dampaknya akan sangat besar untuk indonesia.
***       
Dihari pertama mereka sudah diberi materi tentang akademik dan juga tentang kemahasantrian oleh dosen-dosen Ma`had Aly Hasyim Asy`ari. Dihari kedua ini meraka akan menerima materi tentang “Melek Multimedia”. Saya berharap mereka bisa menerima dengan baik apa yang disampaiakan oleh pemateri nanti.

Tidak punya HP atau yang katanya berlatar belakang salaf saya kira itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak faham atau melek akan multimdia. Karena memang zaman sudah berubah dan tantangan juga semakin beragam. Jika tidak sedia payung sebelum hujan, kita akan ketinggalan. Mari kita mulai dari sekarang, kalau tidak sekarang kapan lagi?

Selasa, 29 Desember 2015

Degradasi Intelektual

            Pengetahuan adalah sesuatu yang sangat vital sekali bagi kelangsungan hidup manusia. Selain membutuhkan asupan makanan adan minum, mereka juga membutuhkan yang namanya pengetahuan. Darimana seseorang itu  bisa memperolehnya? Pastinya dari proses belajar yang rajin dan sungguh-sunguh. Mustahil tanpa belajar kita bisa berpengetahuan tinggi.
Sekarang penurunan intelektual (pengetahuan) semakin menjamur, baik dikalangan pelajar maupun mahasiswa. Yang banyak terjadi, mereka lebih memilih cara yang instan daripada mengikuti sebuah proses yang ada atau yang harus mereka jalani. Contoh kecilnya saja, bisa dari cara mereka menjawab soal-soal saat ujian.
Sebenranya mereka mempunyai kemampuan dan mampu untuk melakukannya. Akan tetapi, pengaruh lingkungan dan pergaulan yang membuat mereka lebih memilih untuk mencontek temannya, daripada menjawab sesuai dengan apa yang ia pelajari.
Menurut hemat penulis, lebih baik nilai itu jelek hasil keringat sendiri, dari pada nilai baik yang didapat dari cara yang kurang baik. Yang kita perlukan sekarang ini adalah kesadaran atas menghargai jeripayah. Dengan begitu, emosional kita tentang pengetahuan akan semakin bertamabah. Mengapa? Hanya dengan cara itulah dia bisa mengetahui dan memahami akan makna sebuah perjuangan.
#coretanpenauas

Dilema Ucapan Selamat Natal

          Momen hari natal adalah sebuah momen yang sangat dinanti-nanti oleh mayoritas umat Kristen untuk merayakan atau menyambut kelahiran Yesus (Isa Almasih). Dalam sejarahnya, perayaan natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Banyak versi atau pendapat ketika pelakasanakan natal, dan  berbeda-beda disetiap negara. Misalnya di Armenia, hari natal diperingati pada tanggal 6 Januari, di Ortodoks timur tanggal 7 Januari, sedangkan yang lain diperingati seperti yang tertera dalam kalender nasional, yakni tanggal 25 Desember.
Natal sendiri berasal dari bahasa portugis yang berarti “kelahiran”. Atau dalam ungkapan bahasa latin disebut dies natalis (hari lahir). Sedangkan dalam bahasa inggris dinamakan dengan Cristmas. Banyak sekali hal yang terkait dengan natal berasal dari Barat, misalnya tentang pohon natal yang dihiasi sedemikian rupa demi menyambut kelahiran Isa Almasih, kartu natal, adat bertukar hadiah dengan sesama anggota keluarga, serta kisah santa klaus atau sinterklas.
Dari sedikit ulasan mengenai hari natal diatas, sekarang yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan ialah mengenai hukum mengucapkan selamat natal kepada kaum yang merayakan. Ikhtilaf (perbedaan) pun terjadi dikalangan ulama kontemporer. Ada yang berkata boleh, dan ada juga yang berkata haram. Bukannya tanpa dalil, mereka semua mempunyai dalil yang mana dalil tersebut adalah penguat atas pendapat yang telah mereka katakan.
Akan tetapi, mayoritas ulama kontemporer yang ahli dibidang fiqh, tafsir dan hadist membolehkan ucapan selamat natal. Sementara minoritas ulama yang melarang yaitu kelompok wahabi.
Sebenarnya, ada dua hal yang menjadi topik dalam perdebatan mengenai hari natal ini. Yang pertama hukum mengucapkan selamat natal, dan yang kedua hukum mengikuti ritual sakramen natal. Dengan dalih membolehkan atau menghalalkan, ulama melihat Surat Al-Mumtahanah 60:8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlakuk adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengisir kamu dari negerimu . sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Surat Al-Baqarah 2:83 “serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”.
Bukannya tanpa dalil yang jelas, mereka yang berpendapat mengharamkanpun juga mempunya dalil yakni “pada hari kiamat telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah KU-cukupkan kepadamu nikmay-Ku, dan telah Ku-rihai islam itu jadi agama bagimu (QS. Al-Maidah Ayat: 3). Dan juga QS. Al-Imron ayat 85 “ barang siapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang- orang yang rugi.
Dari dua statement diatas, saya lebih condong pada pendapat yang pertama. Tapi sekali lagi, kita tidak boleh saling mengungguli ataupun saling mengolok-ngolok karena merasa pendapat kita yang paling benar. Mari kita terapkan bahawa kita adalah bangsa indonesia yang bisa bertoleransi. Dan perbedaan dalam berpendapat adalah sebuah hal yang lumrah atau biasa, akan tetapi ketika mengalami sebuah perbedaan jangan sampai membuat kita sesama umat islam menjadi terpecah belah. Yang kita takutkan, kita hanya menjadi kambing hitam umat non islam. 

Minggu, 20 Desember 2015

Kyai sastrawan yang tak dikenal

Judul                           : Kiai sastrawan yang tak dikenal
Pengarang                  : Muhammad Subkhi dan Ahmad Sholihin
Penerbit                      : Pustaka Tebuireng
Tahun                         : 2011
Cetakan                      : Pertama
Jumlah Halaman       :122 halaman
Resensor                     : Fatikhudin

            Kini, banyak banyak generasi muda ayang tidak mengenal siapa guru leluhurnya. Mayoritas dari para remaja sekarang lebih mengenal akrab dengan nama idolanya mereka masing-masing tanpa tahu siapa orang berjasa dalam kehidupannya.
Peran tokoh pesantren dalam melestarikan sebuah ilmu pengetahuan sangat besar sekali. Akan tetapi kebanyakan dari masyarakat umum tidak mengenalnya. Buku ketiga dari “Serial Tokoh Tebuireng” ini adalah salah satu usaha penulis agar jasa besar para tokoh pesantren senantiasa dikenang bangsa adan negara.
Buku ini menceritakan tentang biografi sosok KH. Abdul Karim Hasyim. Di kalangan pesantren, Kiai Karim terkenal sebagai ahli bahasa dan sastra Arab. Beliau juga produktif menulis dengan nama samaran Akarhanaf, singkatan dari Abdul Karim-Hasyim Nafiqoh. Hasyim adalah nama ayahnya, sedangkan nafiqoh adalah nama sang ibu. Selain menjadi seorang sastrawan, beliau juga seorang politikus. 
Dalam dunia perpolitikan beliau mempunyai peran sangat penting. Salah satu yang kontrovesial adalah masuknya beliau ke partai Golkar pada tahun 70-an. Karena kebanyakan dari kalangan pesantren pada saat itu berpartai islam. Konon, beliau masuk Golkar karena diajak oleh salah satu pejabat dijombang, dengan pertimbangan bahwa perjuangan islam tidak selamanya hanya dipesantren. Dakwah juga tidak selamanya dipartai islam (hal 4). Menurut beliau itu merupakan sebuah konsep saling menghargai antar ulama dan umara.
Selain kontrovesial dalam berpolitik, dibuku ini juga diceritakan tentang perjalanan Kiai Karim ketika menuntut ilmu. Cara beliau belajar sangat misterius. Terutama ketika Mbah Hasyim (ayah beliau) memondokkannya ke Kajen Pati asuhan Kiai Nawawi. Baru seminggu tinggal disana, beliau sudah pamit pulang. Ketika ditanya sama Kiai Nawawi tentang siapa yang mengajar, beliau menggambarkannya dengan sosok orang tua. Mendengar jawaban dari Kiai karim, Kiai Nawawi hanya diam menyembunyikan rasa kagetnya. Ternyata beliau diajar ngaji oleh Mbah Mutamakkin yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Proses belajar inilah yang banyak dianggap sebagai karomah beliau. 
Bahkan KH. Muchit Muzadi (salah satu murid Kiai Karim) menunjukkan keheranan beliau dengan kualitas keilmuan Kiai Karim pada saat itu.“saya kira salah satu karomak pak karim adalah satu, belajar beliau dimana? Kok pada zaman seperti itu beliau bisa menguasai bahasa, terutama bahasa arab. Padahal setahu saya beliau hanya belajar di Tebuireng dengan para santri pada saat itu, disamping itu beliau juga ahli dalam bidang fiqh dsb, hanya beliau nampak dibidang sastranya” (hal 27).
Beliau adalah sosok Kiai yang akrab dengan para santrinya, beliau jarang sekali marah. Dalam mengajar beliau selalu santun dalam berbahasa, karena beliau adalah ahli tata bahasa arab dan beliau hafal syair-syair arab. Tak jarang beliau ,embacakan syair atau puisi disela-sela waktu mengajar.
Itu adalah sedikit ulasan mengenai buku ini. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan coretan atau memoriam yang ditulis oleh putra-putri beliau, seperti Karimah Karim, H. Hasyim karim, Cecep Karim Hasyim. Dan juga lampiran dan foto yang bisa  meningatkan kita pada sosok KH. Abdul Karim Hayim. Jdi, buku ini cocok dibaca oleh siapa saja, pelajar, masyarakata umum, terutama kaum santri yang sedang mengam pendidikan di pesantren.









Kamis, 05 November 2015

Refleksi Hari Santri


“Santri bukan yang mondok saja, tapi siapapun yang berakhlak seperti santri, dialah santri”
            Hari santri telah lewat, pertanyaan besar kini terlintas dibenak segenap kaum santri (kaum sarungan). Lantas apa langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pemerintah yang menetapkan 22 Oktober sebagai hari santri?, Apakah hanya cukup dengan kirap?
            Santri adalah sebutan untuk seseorang yang menimba ilmu disebuah Pondok Pesantren, mereka biasa disebut dengan kaum sarungan, karena dalam aktifitas sehari-hari kostum yang melekat pada diri mereka hanyalah sarung, baju koko, peci, dan tak ketingalan sandal jepit. Akan tetapi, kita tidak bisa mendefinisikan hanya dengan deskripsi itu, lebih umum lagi kata santri seperti pernyataan Gus Mus yang telah banyak bertebaran dimedsos (media sosial) baik facebook, twitter, instagram, bahwa santri bukanlah mereka yang mondok saja, tetapi beliau lebih mengarahkan pada pribadi atau akhlak yang dimiliki. Jadi siapapun yang mempunyai akhlak seperti santri, dialah yang disebut santri.
Sebenarnya akhlak seorang santri itu seperti apa?
 ***
            Seorang santri biasanya terkenal dengan akhlak yang mulia terhadap seorang guru, entah gurunya lebih muda maupun sebaliknya mereka tetap akan ta`dzim pada gurunya. Disisi lain, sosok santri adalah insan yang kelak akan menjadi pemimpin banngsa ini. Mengapa? Jika kita melihat kebelakang, dalam kesehariannya mereka telah diasupi banyak ilmu-ilmu agama, mulai dari ilmu tauhid, fiqh, usul fiqh, tasawuf, dll.
            Tak hanya ilmu agama yang mereka pelajari dipesantren. Dalam keseharian, mereka juga belajar ilmu umum, berorganisasi. Misalnya dipesantren Tebuireng Jombang. Pesantren yang didirikan KH. M Hasyim Asy`ari, di Tebuireng banyak kita temukan orda (organisasi daerah), organisasi ini bertujuan untukmenjalin silaturrahmi antar santri yang se-Daerah. Dalam berorganisasi mereka juga belajar berbagi kepada kaum yang tidak mampu lewat Bakti Sosial. Disini jiwa kepemimpinan mereka juga telah diasah, sebab mereka sudah berpengalaman memimpin, baik menjadi ketua asrama, ketua kamar, ketua kelas, ketua osis, atau menjadi pemimpin sebuah organisasi. Maka dari itu, mengapa sosok santri pantas u tuk dijadikan pemimpin sebuah bangsa sebesar Indonesia.
***
            Tujuan mereka mondok bukan hanya hanya sekedar medapatkan ilmu yang banyak kemudian pulang ke kampung masing-masing. Ada satu faktor X yang membuat mereka ingin sekali mondok dipesantren. Yakni barokahnya Kyai, hal ini memang tidak bisa lepas dengan kesuksesan para santri dimasa depannya. Realita telah membuktikan, banyak alumni pondok-pondok pesantren yang ketika mondok mereka pintar, cerdas, selalu menjadi yang terbaik. Karena dipondok selalu melanggar peraturan, ketika pulang ilmu yang mereka dapatkan seakan-akan tidak ada manfaatnya. Dan sebaliknya mereka yang mempunyai kemampuan pas-pasan, tetapi mereka Ta`dzim kepada Kyainya, dan mengikuti peraturan yang ditetapkan dipondok, inilah biasanya santri yang sukses.
            Dari hari santri yang sudah lewat beberapa hari yang lalu, saya berharap agar para santri selalu meningkatkat keterampilan yang mereka miliki. Karena persaingan diluar sangatlah ketat.
           

Kamis, 22 Oktober 2015

Belajar Hidup Sederhana


         Dalam kamus Kamus Besar Bahasa indonesia kata sederhan berarti bersahaja atau tidak berlebih-lebihan. Memang, dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan ini, setiap insan dituntut untuk selalu mensyukuri nikmat sang pencipta. Baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.
Iman mereka akan diuji dengan berbagai macam ujian yang ada. Ketaqwaan mereka akan tampak dari kemampuan mereka menerima ujian. Yang imannya kuat mereka pasti akan bersyukur, sedangkan yang lemah akan mengeluh layaknya insan yang tak berimanan.
***
Jika berbicara tentang masalah kesederhanaan, kita tidak bisa lepas dari salah satu tokoh NU dan juga pengasuh Pondok Pesantren Kajen Pati, beliau adalah KH. Sahal Mahfudz. Dalam kesehariannya beliau tampak sederhana, dari cara berpakaian, makan, maupun hubungan sosial dengan masyarakat.
Budaya barat secara perlahan-lahan mulai memasuki gaya hidup para pemuda indonesia, baik dari segi individu maupun sosial. Pengaruh ini akan semakin besar dampaknya jika tidak ditanggapi secara serius.
***
 Contoh kecilnya saja Handphone, sekarang tidak hanya orang dewasa yang bisa mengoperasionalkan alat tersebut, berbagai kalangan pun sekarang bisa. Mulai anak kecil, dan juga remaja. Banyak kita lihat mereka yang sedang asyik main HP, mereka mengabaikan orang yang duduk disebelahnya. Ini salah satu dampak buruk terhadap kontak sosial, dan masih banyak dampak-dampak yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Semua tergantung pribadi masing-masing.
 Pegaruh lingkungan yang kurang baik akan berdampak jelek terhadap watak seorang individu. Maka dari itu, mencari teladan yang baik sangat dianjurkan.
Bukankah Rasululloh juga sederhana dalam hidupnya? Beliau tidak berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu. Siapa lagi yang harus kita contoh kalau bukan beliau.

Rabu, 12 Agustus 2015

Sisi Lain Pendidikan Pesantren

         Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini adalah fitrah (suci), tanpa pengetahuan apapun. Dalam perjalanan hidup mereka harus mencari sesuatu yang dibutuhkan agar bisa terus hidup dalam dunia yang semakin banyak tantangan. Salah satu hal yang paling penting dalam hidup ialah pendidikan. Jika seseorang tanpa pendidikan, bisa dipastikan dia akan kesusahan dalam menjalani kehidupan sehari. Contoh yang paling kecil saja, petani. Mereka harus mempunyai keahlian, seperti mencangkul, cara menggunakan alat-alat pertanian dll. Kelihatannya memang mudah, tetapi ketika kita yang tidak terbiasa mencangkul dan menggunakan alat-alat pertanian tersebuat, maka akan kesulitan menggunakannya. Disini dapat kita ambil, bahwasanya sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, pasti membutuhkan ilmu atau pendidikan. Wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sepertinya kurang efesien jika pendidikan umum tidak diimbangi dengan pendidikan agama atau pendidikan pesantren. Telah banyak contoh dimasyarakat seseorang yang hanya mengenyam pendidikan umum tanpa mempelajari ilmu-ilmu agama, hasilnya setelah lulus kebanykan dari mereka menjadi pengangguran. Disisi lain faktor biaya menjadi hambatan sebagian dari mereka yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena kenyataannya banyak saudara-saudara kita yang mempunyai kelebihan tetapi tidak bisa sekolah. Bukan tidak mau sekolah, bukan malas sekolah, masalah yang utama mereka ialah terbentur dengan masalah biaya, sehinggamereka lebih memilih membantu orang tua untuk mencari nafkah buat makan sehari-hari, dari pada melanjutkan pendidikannya. Dalam belajar seseorang seharusnya bisa berfikir secara matang tentang pendidikan yang dijalaninya. Jangan sampai ketika sudah masuk satu Sekolah, Universitas, ataupun Pesantren, karena alsan tidak krasan, kemudian mereka meningglkan lembaga tersebut. Dalam budaya pesantren hal ini dianggap kurang baik, sebab dianggap meremehkan lembaga yang ditempatinya dan juga para pendirinya. Untuk mencari ilmu yang manfaat dan barokah, sering kali disalah artikan oleh prlajar yang kurang keilmuannnya dalam masalah agama. Ketika mereka melihat seoraang santri yang disuruh Kyainya melakukan hal-hal yang diluar nalar mereka. Seperti kalau santri zaman dulu disuruh ke sawah, disuruh menggembala kambing kyainya. Mensite mereka pasti akan menganggap bahwasanya hal itu tidak ada manfaatnya. Tetapi berbeda dengan orang yang pernah marasakan pahit manisnya hidup dipesantren, mereka pasti akan lebih memilih melakukan hal tersebut, sebab mereka tahu bahwa ilmu hikmah dan barokah itu tumbuh dari hal-hal yang kelihatan sepele itu.
Tujuan meninggalkan rumah untuk berangkat kepesantren tidak lain untuk mencari ilmu demi masa depan hidup. Seringkali orang yang awal nyantri belum memahaminya, yang ada dalam otak mereka hanyalah dapat ilmu agar bisa mendapat pekerjaan kemudian mendapatkan uang. Budaya kurang baik ini seharusnya dihilangkan dari fikiran kita, karena hanya merusak atau membuat sesuatu yang sudah kita rencanakan ketika masuk pesantren atau sebuah lembaga pendidikan. Salah satu yang harus diperhatikan dalam tholabul ilmi adalah melakukan apa yang diperintahkan oleh guru atau Kyai. Ilmu yang bermanfaat tidak akan pernah diperoleh jika tidak memuliakan ilmu dan ahlinya. Dalam Ta`lim Al Muta`alim disebutkan “mereka yang mencari pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa mereka tidak akan pernahmendapatkan pengetahuan atau pengetahuannya tidak akan bergumna, kecuali kalau ia menaruh hormat kepada pengetahuan tetrsebut dan juga menaruh hormat kepada guru yang mengajarkannya. Hormat kepada guru bukan hanya sekedar patuh. Sebagaiman dikatakan oleh Sayyidina Ali, “saya ini hamba dari orang yang mengajar saya, walaupun itu hanya satu kata saja”. Banyak hal-hal yang terjadi dipesantren jika orang melihat seperti itu tidak mungkin. Salah satunya ialah barokah dari para Kyai adan Dzuriyahnya. Ini sering terjadi pada orang-orang dahulu, dimana mereka yang tinggal dipesantren untuk menambah wawasan mengenai ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar ingin pintar, akan tetapi ada tujuan yang lebih penting dari itu, yakni bagaimana ilmu yang sudah diperolehnya dengan perjuangan dan susah payah dapat berguna atau bermanfaat untuk masyarakat. Karena apalah gunanya ilmu banyak tetapi tidak bermanafaat. Untuk mencapai itu berbagai cara dilakukan, dari taqarrub kepada Allah dengan berdo`a agar diberi ilmu yang bermanfaat sampai melakukan riyadhoh-riyadhoh. Ngabdi kepada kyai terkadang lebih dipilih dari pada belajar selama bertahun-tahun, karena mereka tahu esensi yang terdapat dalam sebuah pengabdian.
Inilah salah satu hal yang menarik dari pendidikan karakter yang ada dipesantren yang tidak ada dilembaga-lembaga lain. Menyinergikan antara pendidikan yang ada pada umumnya dengan pendidikan pesantren ini sudah diterapkan dipesantren tebuireng, dimana saat itu antara tahun 1932 dan 1933, sewaktu KH Wahid Hasyim berumur 17 tahun, ia belajar 1 tahun di makkah. Sekembalinya di Tebuireng, ia mengusulkan kepada sang ayah yakni KH Hasyim Asy`ari suatu perubahan radikala dalam pengajaran dipesantren. Usul itu antara lain agagr sisitem bandongan diganti dengan sisitem tutorial yang sisitematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Ini berarti pengajaran dipesantren tidak terbatas hanya pengajian kitab-kitab klasik, melainkan para santri diajarkan lebih banyak lagi mata pelajaran umum. Pada tahun 1950, Kyai Wahid Hasyim menjelaskan usul perubahan itu sebagai berikut: mayoritas santri yang belajar di lembaga-lembaga pesantren tidak bertujuan menjadi ulama. Bagi mereka ini sebenarnya tidak perlu mempelajari bahasa arab dan kitab-kitab klasik dalam bahasa arab. Dengan demikian, mereka selama ini dianggap oleh Kyai wahid Hasyim melakukan sesuatu yang memboroskan waktu saja. Hadratus-syekh tidak menyetujui usul-usul Kyai Wahid Hasyim tersebut. Namun demikian, beliau menyetujuiusul Kyai Wahid Hsyim yang lain yaitu pendirian madrasah nidhomiyah pada tahun 1934 dimana pengajaran pengetahua umum merupakan 70 persen dari keseluruhan kurikulum. Tak hanya itu, beliau juga mendirkan perpustakaan dan menganjurkan para santri untuk memmbaca majalah, surat kabar sebanyak mungkin agar memperoleh penerangan baik soal ekonomi, sosial dan politik, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian dalam sosial, pesantren mampu mendidik santri untuk lebih peka atau perduli lingkungan sekitar, karena mau tidak mau mereka akan menghadapinya kelak ketika sudah menamatkan pendidikannya dipesantren. Bersungguh-sungguh dipesantren harus dilakukan, dengan membuat target apa yang ingin dicapai, apa saja yang perlua dipersiapkan. Dan kesuksesan tergantung pada dirinya sendiri, terkadang ada santri berfikiran bahwa cukup dengan mendapat barokah tanpa adanya usaha belajar. Lha wong barokah itu datangnya dari usaha belajar kita, bagaimana bisa barokah itu datang sendiri tanpa belajar.
Masih banyak sisi lain yang menarik dari pendidikan pesantren, akan tetapi penulis membatasi bahwasanya lembaga pendidikan berbasis pesantren tidak hanya mempelajari kitab-kitab klasik saja, tetapi pesantren juga bisa memunculkan benih-benih pemimpin-pemimpin bangsa. Kesalahfahaman seseorang bahwa pesantren yang memasukkan pendidikan ilmu umum dianggap telah meninggalkan nilai-nilai kepesantrenan yang telah dibangun oleh para pendiri, padahal jika kita menilik kebelakang, tujuan dimasukkannya pendidikan ilmu-ilmu umum ini bukan meninggalkan nilai-nilai pesantren, akan tetapi lebih menitik beratkan agar pemimpin yang ditelurkan melalui pesantren bisa memimpin masyarakat dengan patuh kepada ajaran-ajaran agama islam, karena krisis kepemimpinan banyak terjadi, mereka yang notabennya pandai, pintar, dan mempunyai kehlian dalam bidangnya, tetapi tidak mengimbanginya dengan ajaran-ajaran islam. Maka muncullah pencuri (koruptor) dan teman-temannya.